Pages

Subscribe:

Minggu, 25 April 2010

Gunung sebagai Pasak Bumi dalam Perspektif Geologi

\"Gunung Fuji\"
Apa itu gunung? Berdasarkan definisi umum gunung adalah bagian permukaan Bumi yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Implikasi dari definisi ini adalah gunung dapat terletak dimana saja. Namun, dalam ilmu kebumian, letak gunung mempunyai aturan mainnya sendiri. Gunung pada umumnya hanya berada di perbatasan lempeng yang saling bergerak.
Dalam ilmu kebumian dikenal teori tektonik lempeng. Menurut teori ini, Bumi terdiri atas lempeng-lempeng yang terus bergerak (gambar 1a). Lempeng merupakan gabungan dari dua lapisan kulit Bumi. Bumi, seperti yang terlihat pada gambar 1b di bawah, terdiri dari lapisan inti (core), mantel (mantle) dan kerak (crust).
Lempeng-lempeng di Bumi
Gambar 1a) Lempeng-lempeng Bumi, warna merah menunjukkan jalur pegunungan dan gunung api
\
Gambar 1b) Struktur bagian dalam Bumi
Inti Bumi terbagi menjadi inti dalam yang berupa besi padat dan inti luar yang cair. Temperatur pada inti diperkirakan sebesar 4300°C dengan kedalaman 2900-5200 km. Di atasnya terdapat lapisan mantel yang terletak pada kedalaman sekitar 2900 km, yang temperaturnya berkisar antara 1000-3700°C. Lapisan ini juga bersifat cair namun lebih kental daripada inti luar. Pada lapisan mantel terjadi arus konveksi yang menggerakkan kerak di atasnya.
Di bagian terluar Bumi terdapat lapisan kerak yang relatif dingin, padat, dan tipis (paling tebal 30 km). Kerak terbagi lagi menjadi kerak benua dan kerak samudera. Densitas kerak samudera lebih tinggi dibandingkan kerak benua. Akan tetapi, kerak benua relatif lebih tebah dibandingkan kerak samudera. Mantel bagian atas dan kerak inilah yang membentuk lempeng.
Di Bumi terdapat sekitar 5 lempeng besar dan beberapa lempeng kecil. Kelima lempeng besar tersebut adalah Lempeng Pasifik, Lempeng Afrika, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Antartika. Lempeng-lempeng tersebut sepanjang tahun terus bergerak dan berinteraksi di perbatasannya. Interaksi ini dapat berupa interaksi konvergen, divergen atau persinggungan (transform).
Pada interaksi konvergen, terjadi tabrakan antar lempeng dan kemudian salah satu lempeng menunjam (membenam) ke bawah lempeng lainnya. Jika tabrakan terjadi di laut, akan terbentuk palung pada sepanjang batas antara kedua lempeng. Lempeng yang menunjam adalah lempeng yang lebih berat (densitasnya lebih tinggi), yang biasanya adalah lempeng samudra. Ketika mencapai mantel, lempeng yang menunjam ini mengalami pelelehan sebagian (partial melting). Lelehan lempeng ini merupakan bahan baku magma.
Pada interaksi divergen yang umumnya terjadi di tengah dasar samudera, lempeng-lempeng saling memisah akibat dorongan material magma dari dalam mantel. Magma yang mendorong lempeng sebagian muncul ke permukaan, membeku dan menghasilkan lempeng baru. Batas antar lempeng dalam interaksi divergen, ditandai dengan adanya punggungan tengah samudera (mid-oceanic ridge). Punggungan ini sebenarnya adalah rangkaian gunung api tempat keluarnya magma yang membentuk lempeng baru. Namun gunung-gunung api ini relatif tidak berbahaya karena jauh dari permukiman manusia.
Sedangkan pada interaksi persinggungan, lempeng-lempeng saling bergesekan tanpa membentuk pemekaran maupun penunjaman. Tidak terjadi pelelehan lempeng lama maupun pemunculan lempeng baru.
Dalam interaksi konvergen dan persinggungan, lempeng-lempeng saling bertabrakan atau bergesekan. Tabrakan dan gesekan ini menimbulkan tegangan pada kedua lempeng, mirip dengan yang terjadi pada sepotong penggaris besi yang tegang karena dibengkokkan. Jika penggaris besi itu kembali ke posisi semula, akan terjadi getaran disertai bunyi yang cukup keras.
Jika dibawa ke dalam konteks Bumi, salah satu lempeng akan dibengkokkan oleh desakan lempeng lain. Jika lempeng yang bengkok tersebut kembali ke posisi semula, akan timbul getaran yang dirasakan manusia sebagai gempa Bumi tektonik, disertai patahnya lempeng tersebut. Kuat lemahnya getaran gempa tersebut antara lain bergantung pada kedalaman terjadinya patahan, atau dengan kata lain kedalaman pusat gempa. Selain patah, tabrakan dan gesekan juga memunculkan retakan/rekahan, terutama pada bagian tepi masing-masing lempeng.
Rekahan yang timbul akan menjadi saluran lewatnya magma dari dalam mantel. Magma kemudian keluar ke permukaan, membeku, terkumpul dan tertimbun membentuk gunung api. Inilah salah satu mekanisme terbentuknya gunung di batas lempeng. Mekanisme lain adalah bagian lempeng yang tidak terbenam terlipat atau menggumpal ke atas membentuk tonjolan pegunungan. Kondisi ini mirip dengan kejadian karpet yang terlipat ke atas ketika tepinya ”menabrak” dinding atau lemari.
Gunung yang terbentuk di batas lempeng konvergen terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe himalaya, tipe busur vulkanik dan tipe busur kepulauan.
Tipe Himalaya merupakan rangkaian pegunungan yang terbentuk akibat tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua. Salah satu lempeng terlipat, dan menonjol ke atas. Lempeng benua yang lain menunjam ke bawah. Karena ketebalannya, lempeng benua meleleh pada kedalaman yang cukup besar. Magma yang terbentuk dengan demikian sangat dalam, sehingga tidak mampu mencapai permukaan. Contoh tipe ini adalah Pegunungan Himalaya.
\
Gambar 2a) Pegunungan tipe Himalaya
Tipe busur vulkanik adalah rangkaian gunung api yang terbentuk akibat tumbukan lempeng samudera dengan benua. Lempeng samudera menunjam ke bawah lempeng benua. Karena relatif tipis, lempeng samudera meleleh pada kedalaman dangkal. Magma yang dihasilkannya dengan begitu lebih mudah muncul ke permukaan. Contoh tipe ini adalah pegunungan di selatan Pulau Jawa.
\
Gambar 2b) Pegunungan tipe busur vulkanik
Tipe busur kepulauan adalah deretan gunung api yang membentuk kepulauan. Contoh tipe ini adalah kepulauan di sebelah barat daya Pulau Sumatera. Pembentukan busur kepulauan mirip dengan tipe busur vulkanik. Bedanya, kedua lempeng yang bertumbukan pada tipe ini adalah lempeng samudera.
\
Gambar 2c) Pegunungan tipe busur kepulauan
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa gunung pada umumnya terbentuk dan berada di daerah batas antar lempeng yang terus bergerak, khususnya di batas interaksi konvergen dan divergen. Pada batas interaksi konvergen (tipe himalaya, busur vulkanik dan busur kepulauan), gunung-gunung tersebut mampu meredam guncangan akibat tabrakan antar lempeng. Kemampuan ini muncul karena gunung memiliki massa dan ketebalan yang sangat besar.
Kemampuan gunung tersebut lebih dibutuhkan lagi di daerah busur vulkanik dan kepulauan seperti Indonesia. Sebagaimana telah disinggung di atas, lempeng yang menunjam pada kedua tipe tersebut umumnya tipis. Karena tipis, selain lebih mudah meleleh, lempeng juga lebih mudah patah pada kedalaman dangkal. Akibatnya, Di daerah-daerah tersebut, pusat-pusat gempa umumnya dangkal (kedalaman <33 km) sehingga energi guncangannya relatif besar dan sangat membahayakan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, daerah pegunungan (apalagi di daerah kepulauan seperti Indonesia) adalah daerah yang berbahaya untuk dijadikan permukiman. Tempat yang relatif aman adalah daerah di balik gunung, yang jauh dari zona interaksi antar lempeng. Meskipun terjadi guncangan, kekuatannya sudah jauh berkurang karena teredam oleh oleh gunung tersebut.
Di luar batas lempeng konvergen maupun divergen, gunung api sebenarnya juga muncul di sejumlah lokasi lain. Lokasi-lokasi tersebut tidak terletak di batas lempeng manapun, malahan berada di di tengah-tengah lempeng. Contohnya adalah di jantung benua Afrika, atau di rangkaian Kepulauan Hawaii. Gunung-gunung api di sana dekat dengan wilayah permukiman manusia, namun jauh dari batas lempeng apapun (konvergen, divergen, atau persinggungan). Karena jauh dari batas lempeng, gunung-gunung tersebut sama sekali tidak berfungsi meredam guncangan.
Gunung-gunung di jantung Afrika maupun Kepulauan Hawaii muncul sebagai akibat fenomena hotspot. Terdapat l.k. 40 titik hotspot di seluruh permukaan Bumi. Salah satu teori yang berkembang menyebutkan bahwa hotspot muncul karena adanya saluran sempit yang meloloskan material panas dari perbatasan inti bumi dan mantel. Teori lain menjelaskan bahwa hotspot tidak lain terjadi karena aliran konveksi material mantel, aliran yang juga menyebabkan pergerakan lempeng. Sampai saat ini para ilmuwan belum bisa sepenuhnya menjelaskan fenomena ini. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar